PARIGI MOUTONG-Massa mengatas namakan Front Perjuangan Rakyat (FPR) Bolano, menolak Tanjung Santigi dijadikan sebagai kawasan Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Suaka Marga Satwa dan Program Reforma Agraria/Perhutanan Sosial.
Penolakan ini disampaikan massa di Kantor Kecamatan Bolano, Rabu (25/4). Menurut mereka, petani dan masyarakat Adat Bolano yang berada di kawasan tersebut justru terancam kehilangan tanah pertanian dan wilayah keadatan, sejak dikeluarkannya SK Nomor: 99 MENHUT 2005 tentang penunjukan kawasan BKSDA Suaka Marga Satwa Tanjung Santigi seluas 1.502 hektar.
Pasalnya, tanah yang diklaim menjadi kawasan BKSDA Suaka Marga Satwa Tanjung Santigi merupakan sandaran hidup petani Bolano dan Santigi serta masyarakat sekitar.
“Ini merupakan ancaman serius bagi petani dan masyarakat Adat Bolano, karena sebagian besar masyarakat yang ada di Bolano sangat menggantungkan hidupanya ditanah itu dengan berkebun dan memanfaatkan laut kecil untuk mencari ikan, kepiting, kalatue serta daun nipa untuk dijual,” ujar Koordinator Lapangan, Mohammad Zain.
Selain itu, Pepres 88 tahun 2017, yang menjadi landasan penyelesaian konflik agraria diatas hutan, justru menjadi momok menakutkan bagi kaum tani dan masyarakat adat. Menurutnya, skema perhutanan sosial dan resetlement yang dianggap mampu menjadi solusi justru merampas tanah petani dan masyarakat adat.
“Atas gambaran situasi ini, petani akan semakin kehilangan sumber mata pencaharian untuk keberlangsungan hidup mereka. Ini juga merupakan bentuk dari tindakan negara yang gagal memberikan kesejatraan bagi rakyatnya, serta terus merampas tanah rakyat untuk kepentingan investasi asing, serta akan menciptakan kemiskinan yang berkepanjangan,” terangnya.
Atas dasar tersebut, FBR Bolano yang tergabung dari masyarakat Bolano Barat, Utara, masyarakat Santigi, Serikat Tani Iloheluma dan Agra Sulteng, mendesak pencabutan SK 99 Menhut tahun 2005, mencabut Perpres 88 tahun 2017, menolak program perhutanan sosial dan reforma agraria Jokowi/JK, serta menolak pelepasan buaya muara di laut kecil oleh BKSDA di kawasan konservasi. AKSA