PARIGI – Dibalik gemerlap pesta demokrasi di Kabupaten Parigi Moutong, ada kisah yang begitu pahit dan penuh liku. Kisah tentang perjuangan seseorang yang ingin mengabdikan dirinya kepada masyarakat Kabupaten Parigi Moutong. Kisah tentang harapan yang dibangun dengan keringat dan kerja keras, namun harus ‘kandas sementara’ di ujung pena sang pengadil (Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi).
Ini adalah cerita Erwin Burase, sang pengabdi yang menapaki jalan terjal untuk meraih kursi Bupati Parigi Moutong. Jalan yang penuh pengkhianatan, keterbatasan dan akhirnya, keputusan yang menggugurkan sementara, kemenangan yang sudah digenggaman.
Langkah Awal yang Tak Mudah
Bagi Erwin, niatnya maju dalam Pilkada Parigi Moutong 2024, bukan sekadar ambisi politik. Ia ingin membawa perubahan bagi Kabupaten Parigi Moutong yang dicintainya. Namun, sejak langkah pertama, ia sudah dihadapkan pada rintangan besar. Dukungan partai politik yang sebelumnya dijanjikan kepadanya, tiba-tiba beralih ke calon lain. Bahkan Partai Golkar yang telah menjadi kendaraan politik baginya untuk mengabdi selama 20 tahun di legislatif, nyaris disambar calon lain. Betapa tidak, saat itu, di Kantor DPP Partai Golkar, Erwin Burase gundah gulana. Disaat kader partai Golkar lainnya telah menerima rekomendasi untuk maju sebagai calon bupati maupun calon wakil bupati, dirinya hanya bisa bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Ia mencoba mencari tahu, apa yang terjadi. Kenapa rekomendasi Partai Golkar untuk dirinya belum juga diserahkan. Setelah bolak balik sana sini, akhirnya ia tahu apa yang terjadi. Seakan tak percaya, Partainya sendiri ternyata merekomendasikan Paslon lain. Ia sangat kecewa, karena partainya tidak merekomenasikan dirinya. Namun Erwin tidak patah arang. Ia terus berjuang. Ia merasa, Golkar adalah partainya yang seharusnya merekomendasikan dirinya. Rekomendasi Golkar adalah bagian dari harkat dan martabat dirinya.
Akhirnya, setelah melalui proses dan waktu yang cukup melelahkan serta menguras emosi, Erwin Burase bisa merebut kembali partai berlambang pohon beringin ini. DPP Partai Golkar melalui Surat Keputusan Nomor : Skep-222?DPP/GOLKAR/VIII/2024 tanggal 24 Agustus 2024 menetapkan nama Erwin Burase – Abdul Sahid sebagai Pasangan calon Bupati dan wakil bupati Parigi Moutong pada Pilkada Serentak 2024.
Apa yang terjadi diinternal partai Golkar adalah fakta politik yang menjadi pukulan telak bagi perjuangannya. Tapi Erwin bukan sosok yang mudah menyerah. Dengan segala daya, ia terus mencari dukungan baru, meyakinkan partai lain untuk percaya pada visinya. Hingga akhirnya, Erwin Burase bersama pasangannya, Abdul Sahid, bisa mendapat dukungan partai politik lebih dari persyaratan yang ditentukan. Partai politik yang mengusung adalah Partai Golkar, Partai Perindo dan Partai Bulan Bintang. Disusul tiga partai yang turut mendukung pasangan ini, yaitu Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Buruh dan Partai Ummat.
Namun, perjuangan politik bukan hanya soal dukungan partai. Politik adalah dunia yang kejam. Segala macam tudingan bermunculan pada saat kampanye berlangsung. Ia dituding sengaja melibatkan kepala desa untuk mendapatkan suara. Dituding melibatkan Aparatur Sipil Negara (ASN). Dituding melibatkan penyelenggara. Dituding menggunakan bantuan Bansos Pemerintah. Dituding ini dan itu. Segala macam tudingan bermunculan pada saat proses kampanye. Hingga akhirnya, berbagai macam tudingan itu gugur di mata Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.
Ketika Kemenangan Berubah Menjadi Duka
Meskipun melalui jalan terjal, Erwin berhasil membalikkan keadaan. Hasil Pilkada Parigi Moutong 2024 mencatatkan ia dan pasangannya sebagai pemenang. Bukan kaleng kaleng, Erwin – Sahid meraup 81.129 suara (36,4%). Perolehan suara yang cukup signifikan dan jauh diatas empat pasangan calon lainnya. Harapan yang telah lama ia bangun bersama masyarakat, akhirnya terwujud. Tangis bahagia pecah di banyak tempat, rakyat yang percaya padanya pun bersorak gembira.
Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Pilkada bukan hanya soal perhitungan suara, tapi juga pertarungan di meja hukum. Sengketa hasil Pilkada yang diajukan Paslon lainnya ke Mahkamah Konstitusi (MK), menelorkan putusan yang mengejutkan banyak pihak. Kemenangan Erwin – Sahid dinyatakan batal. Putusan itu seketika menghancurkan semua harapan yang telah ia bangun. Seolah-olah perjuangannya yang begitu berat, dikorbankan begitu saja dalam sekejap. Erwin – Sahid harus menanggung kesalahan yang dilakukan pihak lain. Azas larangan memindahkan kesalahan kepada orang lain, seakan tak berlaku bagi majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Fakta persidangan pun seakan tak berarti. Majelis hakim berpendapat lain. Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan batal Keputusan KPU Parigi Moutong Nomor 1513 Tahun 2024 yang memenangkan pasangan Erwin – Sahid.
Bagi Erwin, ini bukan hanya soal kalah atau menang. Ini tentang harapan ribuan orang yang kini harus menghadapi kenyataan pahit. Ia bersama Abdul Sahid telah berjuang dengan segalanya, menghadapi setiap tantangan dengan kepala tegak. Tapi akhirnya, sistem yang lebih besar darinya telah berbicara.
Akhir yang Belum Usai
Putusan Mahkamah Konsitusi yang memerintah KPU Parigi Moutong untuk melaksanakan Pemilihan Suara Ulang (PSU) bagaikan petir di siang bolong. Mengguncang semangat perjuangan yang telah mereka bangun.
Namun, seorang pejuang tak pernah mundur. Erwin Burase tidak memilih untuk meratapi keadaan. Dengan tekad yang semakin membara, ia kembali melangkah ke medan juang. Bukan hanya menghadapi lawan politik, tapi juga menghadapi rasa kecewa dan letih dari perjalanan panjang yang telah ia lalui. Baginya, amanah rakyat adalah alasan utama untuk tetap bertahan.
Erwin bersama pasangannya akan kembali turun ke jalan, menyapa warganya dengan senyum yang tetap hangat meski hatinya penuh beban.
Ia sudah siap mendengar kembali keluh kesah, menampung harapan, dan meyakinkan mereka bahwa perjuangan ini bukan hanya tentang dirinya. Ini adalah perjuangan bersama. Setiap genggaman tangan, setiap tatapan penuh harap dari masyarakat, menjadi bahan bakar yang menguatkan langkahnya.
Ia tahu bahwa keadilan akan menemukan jalannya, bahwa suara rakyat adalah suara kebenaran yang tak bisa dibungkam.
Kini, saat PSU semakin dekat, Erwin Burase berdiri tegak dengan keyakinan yang sama seperti saat ia pertama kali mencalonkan diri. Ia tidak hanya berjuang untuk kursi kepemimpinan, tetapi juga untuk kepercayaan rakyat yang telah diberikan kepadanya. Langkahnya tak akan goyah, karena ia tahu bahwa di belakangnya ada ribuan hati yang menginginkan perubahan.
Apapun hasilnya nanti, satu hal yang pasti, perjuangan Erwin Burase telah menunjukkan bahwa keadilan harus diperjuangkan, bukan hanya diterima. Bagi rakyat Parigi Moutong, ia bukan sekadar seorang calon pemimpin, tapi ia adalah simbol keteguhan, keberanian dan harapan yang tak pernah padam. IWAN MUHTAR