PARIGI MOUTONG – Kontraktor Proyek Pembangunan Gedung Layanan Perpustakaan Kabupaten Parigi Moutong, Stenly, mengakui telah mendatangi Wakil Bupati (Wabup) Abdul Sahid untuk meminta bantuannya lantaran merasa dipersulit oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Mohammad Sakti Lasimpala, dalam proses pencairan dana per termin.
Stenly menyebut, PPK yang juga Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (Dispusarda) Kabupaten Parigi Moutong itu sering sulit ditemui setiap kali diperlukan tanda tangan pencairan. Bahkan sejak awal, ia mengaku sudah mengalami hambatan, mulai dari kontrak yang molor dua bulan hingga tidak adanya pencairan uang muka sesuai jadwal.
“Kontrak 19 Mei, tapi uang muka baru cair 11 Juni. Padahal aturan tujuh hari setelah kontrak harus keluar. Minta tanda tangan Pak Sakti itu susah sekali. Saya cari, lari terus,” kata Stenly dalam konferensi pers, Sabtu (29/11).
Ia mengaku terpaksa menemui pimpinan daerah demi memastikan haknya sebagai kontraktor terpenuhi.
“Saya hanya minta tolong untuk hak saya, tapi pak Wabup tidak mengintervensi. Kami bekerja baik-baik,” ujarnya.
Stenly juga mengklaim hal serupa kembali terjadi saat progres mencapai 55 persen. Ia mengatakan kembali kesulitan memperoleh tanda tangan pencairan termin berikutnya sehingga harus kembali menemui Bupati dan Wabup.
“Pekerjaan 55 persen, saya ajukan pencairan 50 persen. Tanda tangan susah lagi. Akhirnya saya minta tolong ke Bupati dan Wabup,” katanya.
Untuk termin ketiga, Stenly mengaku mengajukan pencairan di angka 73 persen. Ia menegaskan bahwa tidak ada intervensi dari Bupati maupun Wabup, namun ia menggunakan surat tembusan kepada keduanya dan kejaksaan untuk permintaan perpanjangan waktu pekerjaan.
Terkait dugaan kedekatan dengan Wabup, Stenly tidak menampik bahwa ada komunikasi, namun membantah ada kepentingan lain.
“Iya ada komunikasi. Dengan Bupati juga. Tapi hanya komunikasi kerja,” tegasnya.
Ia turut menyesalkan adanya pergantian PPK sebelumnya yang dianggap lebih memahami teknis dan hanya bertugas sekitar satu bulan. Menurutnya, keterlambatan satu hari pun berdampak pada kerugian pelaksana.
Stenly mengakui adanya keterlambatan pengecoran, tetapi beralasan telah memiliki surat penjelasan dari penyedia sebagai dasar permohonan perpanjangan waktu. Ia juga membantah memaksakan perubahan spesifikasi kaca menjadi glass oneway.
“Saya hanya mau semua bertanggung jawab karena ini kaca tebal yang hanya disangga baut. Setelah disepakati dalam rapat, saya langsung pesan,” urainya.
Sementara itu, sehari sebelumnya, PPK Mohammad Sakti Lasimpala justru menyampaikan hal berbeda. Ia mengungkap adanya tekanan kuat dari Wabup untuk mempercepat pencairan dana sejak termin pertama, meski progres pekerjaan belum sesuai bobot.
“Pencairan Sejak termin pertama kami sudah diintervensi,” kata Sakti kepada wartawan di Parigi, Jumat (28/11).
Sakti menceritakan awal mula tekanan itu. Ia diundang Wabup ke rumah jabatan tanpa pemberitahuan tujuan. Setiba di sana, Wabup meminta termin pertama dengan bobot 30 persen agar segera dicairkan.
“Pak Wabup bilang, ‘Pak Sakti tolong cairkan yang 30 persen.’ Saat saya tanya siapa yang punya, dia jawab: Stenly,” ujar Sakti.
Ia menolak mempercepat pencairan tanpa pemeriksaan dokumen. Meski demikian, Wabup kembali menekannya dengan alasan pihak pelaksana tidak memiliki dana untuk melanjutkan pekerjaan.
“Tekanannya cukup luar biasa,” ungkap Sakti.
Ia juga mengungkapkan, tekanan berlanjut pada termin kedua. Bobot pekerjaan baru mencapai 45 persen, namun permohonan pencairan sudah diajukan sebagai 50 persen. Sakti menyebut Wabup berkali-kali menghubunginya, bahkan hingga puluhan panggilan.
“Beliau tanya, kenapa belum dicairkan? Saya bilang, bagaimana mau dicairkan kalau bobotnya belum sampai?” katanya.
Sakti mengingatkan Wabup bahwa proyek itu masuk daftar 10 proyek strategis nasional yang diawasi langsung KPK. “Jadi semua harus sesuai ketentuan. Salah sedikit risikonya ke saya,” ujarnya.
Pada termin ketiga kata Sakti, tekanan kembali muncul. Pekerjaan baru mencapai 72 persen, tetapi permohonan dibayarkan berdasarkan bobot 75 persen.
Sakti mengatakan, pernah dipanggil Wabup saat upacara 10 November 2025. “Beliau tanya, itu dokumen Stenly? Saya jawab belum diproses karena belum memenuhi ketentuan. Beliau mendesak, Proses saja,” ujarnya.
Tak hanya dirinya, bendahara Dispusarda dan Kabag Pembangunan menurut pengakuan Sakti turut dipanggil Wabup. Sakti menilai tekanan tidak hanya berasal dari Wabup, tetapi juga pihak-pihak lain dari tingkat provinsi yang diduga ikut berkepentingan.
Akhirnya, untuk menghindari polemik berkepanjangan, pihaknya menetapkan bobot 75 persen meski progres riil baru 72 persen. “Kami tidak berniat mempersulit. Tapi kalau tidak sesuai ketentuan, kami juga punya konsekuensi hukum,” katanya.
Sementara itu, Wakil Bupati, H. Abdul Sahid, yang dihubungi melalui WhatsApp, belum memberikan tanggapan atas dugaan intervensi tersebut. *








Comments 2