PARIGI MOUTONG – Sekretaris Daerah Parigi Moutong, Zulfinasran A Tiangso, meluncurkan inisiatif “Dari Gerbang Desa untuk Indonesia” sebagai upaya kolaboratif memperkuat lembaga ekonomi lokal dalam ekosistem distribusi pangan.
Program ini, menitikberatkan pada pemberdayaan Perumda, Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih, serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Langkah tersebut, ditempuh untuk menjawab persoalan klasik distribusi pangan, mulai dari ketidakseimbangan produksi dan permintaan, biaya logistik yang tinggi, hingga minimnya transparansi harga.
Kondisi itu, selama ini membuat petani sulit mengakses pasar dan kerap tidak memperoleh harga jual yang adil.
“Lembaga ekonomi di daerah tidak berperan aktif sebagai penggerak ekonomi lokal, sehingga memengaruhi ketimpangan harga beli di petani dan melambungnya harga jual ke konsumen,” ujar Zulfinasran A Tiangso saat memaparkan program penguatan Lembaga Ekonomi Daerah di ruang kerjanya, Senin, 15 September 2025.

Menurut data per Agustus 2025, Indonesia telah memiliki 33.000 BUMDes dan 81.500 Kodeskel Merah Putih yang berbadan hukum.
Program ini, juga selaras dengan kebijakan nasional. Di tingkat regulasi, ia menjadi implementasi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih serta Undang-Undang Desa yang menjadi landasan pembentukan BUMDes.
Secara lebih luas, inisiatif ini mendukung Asta Cita Presiden, khususnya poin ke-2 tentang swasembada pangan serta poin ke-6 mengenai pembangunan desa untuk pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Tak hanya itu, program ini juga sejalan dengan lima direktif utama Presiden Prabowo Subianto, yakni swasembada pangan, energi, dan air, reformasi politik, hukum, dan birokrasi, digitalisasi, serta penguatan sistem satu data nasional.
Zulfinasran menegaskan, inti dari program ini adalah digitalisasi sistem distribusi pangan agar lebih efisien, transparan, dan berkelanjutan.
Dengan pemangkasan rantai pasok, dominasi tengkulak diharapkan berkurang, sementara petani bisa mengakses informasi harga pasar secara real time melalui platform digital.
Program ini disusun dengan target bertahap:
- Jangka pendek: peningkatan kompetensi lembaga ekonomi di desa dan daerah.
- Jangka menengah: tersedianya sistem/platform digital rantai pasok pangan yang terintegrasi, disertai kerja sama dengan dunia usaha dan industri di Sulawesi Tengah.
- Jangka panjang: hadirnya kebijakan operasional daerah yang berkelanjutan, sekaligus menjadikan platform ini sebagai model nasional.
Manfaat ekonominya diproyeksikan signifikan. Saat ini, kenaikan harga rata-rata mencapai Rp500–Rp2.000 per kg dari HET beras medium, serta Rp1.000–Rp20.000 per kg untuk komoditas pangan lain. Melalui peran Lembaga Ekonomi Daerah (LEKDA), fluktuasi tersebut dapat ditekan.
“Penggunaan platform ini juga akan memberikan tambahan PAD melalui persentase dari bahan pangan yang terjual,” kata Zulfinasran.
Dengan begitu, manfaat langsung dari inisiatif ini akan dirasakan petani, nelayan, pemerintah, pelaku industri pangan, hingga konsumen rumah tangga.
Keselarasan program ini, juga terlihat dengan Nawacita Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah bertajuk Berani Mewujudkan Sulawesi Tengah sebagai Wilayah Pertanian dan Industri yang Maju dan Berkelanjutan.
Dalam misi ke-2, yaitu mewujudkan masyarakat bahagia dan produktif melalui peningkatan ekonomi berbasis potensi unggulan daerah serta pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan, pemerintah daerah menyiapkan program prioritas:
- Berani Murah, menjamin semua kebutuhan pokok harga dapat terjangkau.
- Berani Panen Raya, menjamin para petani mendapatkan hasil panen yang berlimpah dengan nilai jual yang tinggi.
“Hal itu, sejalan dengan visi Parigi Moutong Maju, Mandiri, dan Berkelanjutan ditegaskan melalui Gerbang Desa sebagai pilar ekonomi daerah,” pungkasnya.*