PARIGI MOUTONG – Kasus malaria di Kabupaten Parigi Moutong menjadi perhatian serius. Data Dinas Kesehatan mencatat, 61,98 persen kasus berasal dari Kecamatan Moutong, angka yang jauh lebih tinggi dibanding kecamatan lainnya sehingga menjadi fokus utama pengendalian penyakit.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Parigi Moutong, I Gede Widiadha, mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bapelitbangda), serta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk penanganan kasus malaria.
“Rekomendasi dari Kementerian Kesehatan adalah pemeriksaan malaria dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT),” kata I Gede Widiadha di Parigi, Senin, (15/9).
Dengan jumlah penduduk Kabupaten Parigi Moutong mencapai sekitar 450 ribu jiwa, kata dia, tentu kebutuhan test kit RDT sangat besar, sementara anggaran daerah tidak mencukupi. Olehnya, Dinas Kesehatan Parigi Moutong meminta dukungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan pemerintah pusat.
Dari sisi epidemiologi, mayoritas kasus malaria disebabkan oleh Plasmodium Vivax mencapai 71 persen, disusul Plasmodium Falciparum 23 persen, dan kasus campuran 6 persen. Sebanyak 82 persen diagnosis dilakukan melalui uji RDT.
“Klasifikasi kasus terbanyak ditemukan adalah kasus indigenous mencapai 71,1 persen,” bebernya.
Menurutnya, Dinas Kesehatan Parigi Moutong telah melakukan langkah-langkah, termasuk penanganan penyakit malaria melalui pengobatan di puskesmas. Untuk memastikan perkembangan malaria di daerah penemuan kasus, Dinas Kesehatan Parigi Moutong juga telah meminta bantuan ke Labkesmas Donggala untuk melakukan kajian epidemiologi.
“Mereka meneliti perilaku nyamuk dan lokasi-lokasi penyebaran. Selain itu, Kemenkes juga sudah datang, mereka memberikan rekomendasi awal sudah disampaikan ke kami, dan akan dibahas dalam rapat koordinasi rutin,” tambahnya.
Gede Widiadha menegaskan, pihaknya telah menginstruksikan seluruh puskesmas agar melakukan upaya pencegahan dan memastikan tidak ada kasus malaria yang berujung pada kematian.
“Sampai saat ini belum ada laporan kematian akibat malaria. Kami harap kondisi ini bisa terus dipertahankan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti aktivitas tambang rakyat di Kecamatan Moutong yang disebut menjadi salah satu faktor penyebab berkembangnya vektor malaria. Kubangan bekas tambang, kata dia, menjadi habitat nyamuk sehingga memperparah penyebaran penyakit.
“Kalau aktivitas tambang terus berjalan tanpa ada pemulihan lingkungan, upaya pemutusan rantai penularan malaria akan sangat sulit. Kita hanya bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah agar ada tindakan tegas,” tegasnya.
Menurutnya, salah satu rekomendasi adalah penertiban aktivitas tambang atau mewajibkan para penambang melakukan normalisasi lingkungan pasca-eksploitasi.
“Bahkan ada usulan pemeriksaan kesehatan di posko keluar-masuk area tambang, untuk mencegah penyebaran malaria lebih luas,” pungkasnya.*