PARIGI MOUTONG – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Parigi Moutong, menyoroti berbagai pelanggaran dalam pengelolaan keuangan daerah berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran (LKPD) 2024.
Sorotan itu disampaikan Juru Bicara Pansus, Irawati, dalam sidang Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Parigi Moutong, Taufik Borman, pada Senin, (21/7).
Ia menyampaikan, meski secara umum pengelolaan keuangan daerah dinilai cukup efektif, Pansus DPRD masih menemukan adanya sejumlah persoalan serius yang harus segera ditindaklanjuti. Yakni persoalan pengelolaan pendapatan, belanja, hingga pengamanan aset daerah.
Di kesempatan itu, Pansus juga mengungkapan kelemahan dalam pemungutan dan pelaporan pajak. Termasuk belum maksimalnya pendataan objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Potensi pendapatan dari pajak sarang burung walet dan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) minimal, masing-masing diperkirakan mencapai Rp112 juta dan Rp815 juta, belum tergarap secara optimal.
“Bappenda belum menjadikan pemeriksaan pajak sebagai prioritas. Bahkan, masih ada penerimaan PBB-P2 yang belum disetorkan ke kas daerah,” ungkapnya.
Ia juga memaparkan beberapa hasil temuan di beberapa SKPD dari sisi belanja, mulai dari belanja pegawai, barang dan jasa, hibah, belanja modal hingga belanja modal jaringan dan irigasi oleh Dinas PUPR juga masuk dalam daftar temuan dan tidak sesuai dengan ketentuan.
Pansus juga mengungkapkan, banyak proyek yang dikerjakan oleh pihak ketiga tidak berfungsi maksimal dan terkesan diulang setiap tahun tanpa perbaikan.
Merespons kondisi tersebut, Pansus meminta Bupati Parigi Moutong untuk segera mengevaluasi seluruh perusahaan yang menjadi objek temuan BPK. Evaluasi ini diarahkan pada:
- Perusahaan yang tidak patuh dan tidak berkomitmen dalam melunasi sisa temuan meskipun telah bertahun-tahun.
- Perusahaan yang melaksanakan proyek tetapi hasilnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dan bahkan ditemukan berulang setiap tahun.
- Perusahaan dan pelaksana yang berpotensi berkamuflase dengan mengganti nama perusahaan, namun tetap melanjutkan praktik yang sama.
“Blacklist tidak hanya berlaku bagi perusahaannya, tapi juga individu pelaksana proyeknya. Ini untuk mencegah mereka bersembunyi di balik perusahaan baru,” kata Irawati.
Dari total temuan BPK sebesar Rp2,6 miliar, baru sekitar Rp898 juta yang telah disetorkan kembali ke kas daerah per 21 Juli 2025. Sisanya, sebesar Rp1,69 miliar lebih, belum dikembalikan.
“Inspektorat harus lebih aktif memfasilitasi penyelesaian temuan dan menggerakkan TPTGR untuk mengejar pengembalian yang belum diselesaikan bertahun-tahun,” tegasnya.
Pansus juga merekomendasikan kepada seluruh OPD untuk lebih teliti dalam melakukan pengawasan internal dan lebih proaktif mencegah terjadinya potensi temuan ke depan.
Sebagai langkah konkret, Pansus juga mengusulkan:
- Penguatan peran Inspektorat.
- Validasi dan pemutakhiran data temuan BPK secara berkala.
- Pembentukan Panitia Kerja (Panja) DPRD untuk membantu penertiban aset.
- Penertiban seluruh aset daerah, baik bergerak maupun tidak bergerak, terutama yang masih dikuasai oleh pihak tidak berwenang atau tidak diketahui keberadaannya.
- Penyelenggaraan apel aset setiap enam bulan sekali di seluruh OPD.
“Jangan sampai aset daerah dikuasai pihak yang tidak berwenang atau tidak jelas keberadaannya. Ini harus segera ditarik dan dimanfaatkan untuk pelayanan publik,” pungkasnya.