PARIGI MOUTONG – Bupati Parigi Moutong, Erwin Burase, menegaskan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten harus berpihak pada masyarakat dan menjaga keberlanjutan lingkungan, terutama dalam melindungi lahan pertanian dari aktivitas pertambangan.
Pernyataan itu disampaikan Erwin Burase saat memimpin rapat pembahasan revisi RTRW di ruang kerjanya, Kamis (30/10).
Ia menekankan pentingnya pemetaan yang tegas untuk memisahkan kawasan pertanian, perkebunan, industri, pariwisata, dan pertambangan.
“Kita harus memilah dengan jelas mana wilayah pertanian, mana perkebunan, mana industri, dan mana yang disiapkan untuk pertambangan. Jangan sampai bersinggungan, apalagi dengan sawah dan permukiman masyarakat,” ujar Erwin.
Sebelum RTRW diajukan ke tahap uji publik pada November dan Desember 2025, pemerintah daerah diminta mematangkan seluruh data dan rekomendasi, termasuk melakukan verifikasi ulang terhadap wilayah yang selama ini masuk dalam peta pertambangan.
Erwin menyoroti empat Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah ditetapkan di luar kawasan pertambangan dalam Perda RTRW, yaitu Desa Salubanga, Lemusa, Pelawa Baru, dan Lambunu. Keempat wilayah itu diusulkan bersamaan dengan Desa Kayuboko, Air Panas, dan Buranga yang sudah mengantongi Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
“Kalau memang ada wilayah di luar WPR yang masuk kawasan pertanian, keluarkan saja. Bukan wilayahnya yang dihapus, tapi status WPR-nya yang dibatalkan,” tegasnya.
Erwin juga menyoroti kawasan Kasimbar Palapi di Kecamatan Kasimbar yang memiliki sekitar 475 hektare sawah dan berada dekat dengan konsesi pertambangan PT Trio Kencana.
“Untung saja perusahaan itu belum beroperasi. Kalau sudah, dampaknya bisa langsung ke lahan pertanian di bawahnya,” ujarnya.
Ia mengusulkan agar wilayah tersebut tetap difokuskan pada pengembangan sektor pertanian dan peternakan. “Kita konsentrasi dari Kasimbar hingga Tinombo Selatan, termasuk Lemusa dan Sausu. Di Lemusa akan kita kembangkan kawasan peternakan sapi perah,” jelasnya.
Bupati Erwin mengakui proses revisi RTRW masih panjang karena membutuhkan rekomendasi dari kementerian terkait. Ia memperkirakan penyesuaian tata ruang dan wilayah pertambangan akan memakan waktu hingga satu tahun.
Sementara itu, pemerintah daerah menyiapkan Satuan Tugas (Satgas) untuk menindaklanjuti laporan aktivitas tambang ilegal di lapangan. “Kalau ada laporan dari kepala desa, Satgas akan turun langsung. Kita ingin semua tertib sesuai aturan,” kata Erwin.
Ia menegaskan, pembenahan tata ruang bukan hanya soal peta wilayah, tetapi juga arah pembangunan daerah agar sejalan dengan visi-misi pemerintahan yang berpihak kepada masyarakat dan lingkungan.*
 
			








Comments 1