PARIGI MOUTONG – Pemerintah Daerah (Pemda) Parigi Moutong terus berupaya mencari solusi memenuhi kebutuhan anggaran penyelenggaran Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam dua hari terakhir, Pemda Parigi Moutong mengikuti rapat koordinasi dengan dua Kementerian/Lembaga agar mendapatkan bantuan memenuhi anggaran tersebut.
“Kemarin, Rabu, 5 Maret 2025, kami telah mengikuti rapat koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hari ini, kami juga telah melakukan zoom meeting dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” ungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Parigi Moutong, Zulfinasran A Tiangso di Parigi, Kamis, 6 Maret 2025.
Menurutnya, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Parigi Moutong telah meminta beberapa hal kepada Kemenkeu, salah satunya bantuan anggaran penyelenggaraan PSU.
Jika tidak memungkinkan, pihaknya pun meminta kepada Kemenkeu agar anggaran kurang salur sebesar Rp26 miliar tetap tersalurkan ke daerah.
“Kami juga meminta sumber dana lainnya untuk dialokasikan kepada Kemenkeu,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya meminta mengalokasi anggaran Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK), jika pengangkatan belum dilakukan dalam waktu dekat.
Bahkan, adanya koordinasi ke Kementerian Desa, dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) agar dana desa dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan honor Badan Adhoc penyelenggara Pilkada.
“Karena alokasi honor Badan Adhoc KPU yang membutuhkan pembiayaan cukup besar dalam penyelenggaraan PSU Pilkada,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, Pemda Parigi Moutong dihadapkan dalam situasi yang tidak normal saat ini, karena adanya Instruksi Presiden (Inpres) 1 Tahun 2025 terkait efisiensi belanja pada pelaksanaan anggaran yang tertuang dalam APBD 2025.
Kemudian, adanya surat edaran Menteri Keuangan (Kemenkeu) terkait beberapa pos anggaran yang tidak dapat disalurkan ke Pemda, karena harus dicadangkan oleh negara.
“Seperti Dana Alokasi Umum (DAU) infrastruktur dan dana kurang salur sebesar Rp26 miliar,” ujarnya.
Di sisi lain, Pemda terbatas dengan kewenangan karena tidak bisa mengelola sumber dana lainnya, selain DAU bebas.
Sementara, DAU Spesifik Grant (SG) juga tidak dapat digunakan, selain pembiayaan program pendidikan dan kesehatan.
Padahal, mandatory spending pendidikan yang dialokasikan Pemda Parigi Moutong telah melampau target awal 20 persen.
“Begitu juga mandatory spending kesehatan dari 10 persen, kita sudah melampau mencapai 20 persen,” ungkapnya.
Menyikapi permintaan itu, lanjut Sekda, Kemenkeu tidak bisa memberikan jaminan karena akan melanggaran regulasi lain.
Untuk menunggu perubahan regulasi, juga membutuhkan waktu yang cukup panjang, tidak dapat diselesaikan dalam satu bulan.
“Sedangkan PSU dilaksanakan pada 19 April 2025. Jadi mereka (Kemenkeu) meminta Pemda untuk memanfaatkan sumber dana di daerah,” tukasnya.
Sehingga harapan terakhir Pemda Parigi Moutong, yakni bantuan anggaran penyelenggaraan PSU Pilkada dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.
Sebab, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) Pilkada Parigi Moutong masih membutuhkan tambahan yang tidak sedikit mencapai Rp22 miliar.
“Silpa KPU Parigi Moutong Rp7 miliar, Bawaslu Rp2 miliar. Kalau saran Kemendagri manfaatkan dana Belanja Tidak Terduga (BTT), tapi tidak bisa digunakan seluruhnya, karena Kabupaten Parigi Moutong rawan bencana,” pungkasnya. *