PARIGI MOUTONG- Direktur Rumah Sakit Anuntaloko Parigi, Nurlela Harate kembali mempertegas larangan terhadap wartawan yang meliput di rumah sakit yang dipimpinnya tanpa izin darinya. Nurlela kepada Songulara, Jumat (16/3) menegaskan, wartawan dilarang memotret di rumah sakit yang dipimpinnya karena ada aturannya.
“Kalau sampai kami tidak melarang, berarti aturan itu tidak ditegakkan. Itu undang-undang dan peraturannya jelas,” tegas Nurlela via telpon.
Seakan mempertegas larangan itu, Nurlela berkali-kali mengatakan bahwa wartawan dilarang memotret tanpa izin pihak manajemen rumah sakit.
“Kalau bapak datang ke rumah sakit saya tanpa pamit, tapi karena bapak wartawan, terus bapak boleh memotret tanpa sepengetahuan manajemen? Itu tidak bisa. Ada aturan,” tegasnya.
Nurlela juga menyikapi kedatangan Kapolres Parigi Moutong, AKBP Sirajuddin Ramly ke instansi yang dipimpinnya itu untuk menyantuni Marsita (6), bocah asal Desa Tirtanagaya Kecamatan Lambunu yang menjalani perawatan, karena menderitapenyakit hydrocephalus atau penyumbatan cairan pada otak.
Saat mengunjungi pasien tersebut, Kapolres Sirajuddin Ramly mengajak beberapa wartawan dan pengurus OKP di Parigi untuk menjenguk Marsita.
Menurut Nurlela, tidak ada informasi kepadanya mengenai kedatangan Kapolres Sirajudin Ramly ke Rumah Sakit Anuntaloko Parigi.
“Sama sekali tidak ada. Berarti pak Kapolres datang dengan keinginannya sendiri dan langsung menuju pasien,” ujarnya.
Namun Nurlela mengaku tidak mempersoalkan kedatangan Kapolres ke rumah sakit Anuntaloko Parigi dan menemui pasiennya tanpa sepengetahuannya.
“Bukan kunjungannya Kapolres yang kami larang, tapi mohon maaf, aturan pemotretan itu,” katanya.
Tak lama kemudian, Nurlela tiba-tiba menghentikan wawancara ini dan tidak lagi menanggapi pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, rombongan Kapolres bersama OKP dan sejumlah wartawan di Parigi Moutong tiba-tiba diusir oleh kepala ruangan anak RSUD Anuntaloko Parigi, saat melakukan kunjungan sosial ke salah satu pasien yang mengidap penyakit hydrocephalus, diruangan Bougenvil RSUD Anuntaloko Parigi, Kamis (15/3).
“Kalian tidak boleh wawancara disini, harus minta izin dulu ke pimpinan rumah sakit. Kalian sudah minta izinkah? Kalau belum, minta ijin dulu karena disini ada aturannya,” kata kepala ruan anak Bougenvil, Lince dihadapan wartawan dan anggota Polres.
Salah seorang wartawan hendak memberikan penjelasan terkait peliputan kegiatan sosial undangan Kapolres Parigi Moutong, AKBP Sirajuddin Ramly ke kepala ruangan. Namun penjelasan yang diutarakan tidak diterima yang bersangkutan. Lince menegaskan, meskipun kegiatan itu dilakukan bersama Kapolres, proses izinpun harus tetap dilakukan.
Belum puas dengan penjelasan wartawan, Lince akhirnya mendekati rombongan Kapolres yang masih berada didepan ruangan anak dan mempertanyakan izin kunjungan sosial ke pasien Hydrocephalus. Menurut Lince, seharusnya Kapolres mengetahui aturan jika melakukan kunjungan sosial tersebut.
“Izin SOP terkait kunjungan sosial yang tidak bisa masuk dalam ruangan pasien yang seperti ibu maksud itu izin seperti apa?,” tanya Kapolres Sirajuddin kepada Lince.
Diduga tidak mampu menjelaskan aturannya, Lince berdalih aturan yang dimaksud telah ditempel didepan pintu ruangan sembari menunjukannya. Setelah wartawan mempertanyakan aturan yang ditempelkan dipintu ruangan itu, namun Lince tetap ngotot wartawan melakukan pelanggaran.
“Kami sebagai wartawan harus mewawancarai kedua belah pihak, baik Kapolres yang memberi santunan dan pasien yang mendapatkan santunan,” ungkap salah satu wartawan.
Saat situasi mulai memanas, Kapolres mencoba menengahi dan menjelaskan bahwa dua aturan yang dipampang diruang anak yang dimaksud terkait dengan teknis penyadapan.
Hasil penelusuran wartawan tentang UU yang dimaksud Lince ternyata UU kedokteran Nomor:29 Tahun 2004 pasal 48 dan 51.Kedua pasal tersebut hanya menjelaskan tentang pelaksanaan praktek kedokteran yang menyimpan rahasia kedokteran dan teknis pelaksanaan prakter kedokteran yang memiliki kewajiban diantaranya merahasiakan tentang pasien, pertolongan darurat, memberikan pelayanan medis sesuai standar, merujuk pasien kedokter yang memiliki keahlian yang lebih baik.
Kemdian, UU Nomor36 Tahun 1999 pasal 40 merupakan UU tentang telekomunikasi yang menjelaskan tentang pelarangan melakukan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.AKSA/KLID
Comments 0