PARIGI MOUTONG – Aktivitas tambang emas ilegal di Desa Lobu, Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Tambang emas tanpa izin tersebut meninggalkan lubang-lubang besar yang berubah menjadi kubangan berisi air hijau pekat, kini menjadi habitat baru bagi nyamuk malaria. Padahal, pada 2024 lalu, Kementerian Kesehatan telah menetapkan Parigi Moutong sebagai daerah eliminasi malaria.
Data Dinas Kesehatan Parigi Moutong mencatat, hingga 2 September 2025 terdapat 183 kasus baru malaria. Dari jumlah itu, 116 kasus muncul sepanjang Agustus, dengan 105 di antaranya terjadi di sekitar lokasi tambang ilegal. Pada Juli, Kecamatan Moutong mencatat 24 kasus baru sebelum turun menjadi 12 kasus aktif setelah intervensi medis.
Bupati H. Erwin Burase merespons dengan mengeluarkan instruksi tegas sekaligus membentuk Satgas Terpadu, Rabu (26/8).
“Fakta ini memperkuat dugaan bahwa pertambangan emas tanpa izin menjadi penyebab utama kembalinya malaria di daerah yang sebelumnya telah dinyatakan bebas penyakit,” tulis Bupati Erwin dalam surat edarannya tertanggal 26 Agustus 2025.

Sumber resmi menyebutkan, tambang di Desa Lobu digerakkan oleh pemodal lokal maupun luar daerah. Nama-nama yang sering disebut warga antara lain NWR, RL alias Om JL, H ED, dan MT. Lokasi tambang tersebar di perbukitan Bengka, Tagena, Nasalane, dan Lemo.
Sementara itu, Sekretaris Desa Lobu, Pranoto Setio Utomo, membenarkan adanya keterlibatan sejumlah pemodal lokal asal Kecamatan Moutong. Ia juga menyebut nama Daeng Aras sebagai pemodal luar daerah, bahkan ada indikasi keterlibatan warga keturunan Cina meski identitasnya belum jelas.
“Kalau mau cari bos besarnya, nanti kita tunjukkan. Contohnya Daeng Aras, ada juga orang Cina, tapi saya tidak tahu namanya. Karena mereka pakai perantara lagi, tapi (orang) dari luar,” kata Pranoto.
Ia mengaku kerap memantau aktivitas tambang, namun tidak bisa menghentikan karena khawatir mendapat perlawanan.
Selain sarang nyamuk malaria, kubangan bekas tambang juga menyebabkan pendangkalan sungai, merusak saluran irigasi, dan menggenangi persawahan warga.
“Kami pernah di demo warga di bawah karena pendangkalan sungai. Petani juga komplain akibat sawahnya masuk lumpur. Langkah kami mengundang penambang, karena akibat aktivitas mereka terjadi persoalan itu,” jelas Pranoto.
Menurutnya, Pemerintah desa telah melakukan penyemprotan obat ke kubangan untuk mengurangi penyebaran nyamuk. Namun penutupan lubang tak bisa dilakukan karena keterbatasan dana dan wewenang.
“Awalnya kami diminta menutup kubangan itu, tapi kami tidak bisa. Karena tidak ada biaya. Kami juga sudah tidak tahu siapa pelaku penambangan di lokasi itu, karena sudah bertahun-tahun, sejak masa pemerintahan kepala desa sebelumnya,” tambahnya.
Bupati H. Erwin Burase merespons dengan mengeluarkan instruksi tegas sekaligus membentuk Satgas Terpadu yang melibatkan Dinas Lingkungan Hidup, Bagian SDA Setda, serta Forkopimda. Satgas diberi mandat menertibkan tambang, memulihkan lingkungan, sekaligus menegakkan hukum.
Dalam Surat edaran bernomor 100.3.4/6674/015/DIS LH, Bupati Erwin memerintahkan penghentian seluruh aktivitas ilegal, mulai dari tambang emas, pembalakan liar, hingga penangkapan ikan dengan cara merusak. Bupati meminta kepada Camat dan kepala desa untuk segera menindaklanjuti instruksi tersebut.
Tambang emas ilegal di Moutong juga mengancam keselamatan jiwa. Pada Februari 2023, longsor di salah satu lokasi tambang tradisional di Desa Lobu menewaskan enam orang, terdiri dari seorang perempuan berusia 60 tahun dan lima orang pria lainnya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa tambang ilegal bukan hanya ancaman ekologis, tetapi juga ancaman kesehatan publik dan keselamatan warga. Jika penegakan hukum dan pemulihan lingkungan tidak segera dilakukan, Parigi Moutong berisiko kehilangan capaian penting di bidang kesehatan, ketahanan pangan, sekaligus menghadapi kerusakan ekologis jangka panjang.
Sementara itu, salah seorang pemodal berinisial NWR yang dikonfirmasi via WhatsApp enggan berkomentar.*
Comments 2