PARIGI MOUTONG – Relawan kemanusiaan yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong untuk membantu warga korban gempa di Palu terus berdatangan.
Setelah kemarin 20 Komunitas Motor Trail ikut bergabung menjadi relawan. Hari ini (22/10) giliran Kwartir cabang gerakan Pramuka Kabupaten Parigi Moutong membantu korban gempa di kota Palu dengan cara membersihkan puing bangunan sekolah yang rusak dan mendirikan tenda sekolah darurat.
Wakil Ketua Kwarcab gerakan Pramuka Kabupaten Parigi Moutong, Drs Ahmad Saiful MM mengatakan, sesuai hasil koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Kota Palu, bahwa sejumlah sekolah di Palu banyak yang mengalami kerusakan akibat gempa 7,4 SR yang terjadi 28 September lalu. Sehingga Dinas Pendidikan Kota Palu sangat membutuhkan tenaga relawan dari Parigi Moutong untuk membantu membangun tenda sekolah darurat.
“Kami juga mendapat arahan dari Pak Bupati apa yang bisa dibantu oleh kwarcab, makanya kami koordinasi dengan Kepala dinas Pendidikan Kota Palu membantu mendirikan tenda sekolah darurat,”kata Ahmad Saiful yang juga Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Parigi Moutong itu di Palu, Senin (22/10).
Hari ini ada tiga sekolah yang sudah didatangi oleh anggota dewan kerja cabang Pramuka Kabupaten Parigi Moutong yaitu, SD Inpres 1 dan SD Inpres 2 Tatura serta Madrasah Ibtidayah Sisaljufri yang semuanya berada di wilayah Palu Selatan.
Tiga sekolah ini rencananya akan dibangun tenda sekolah darurat. “Kami tinggal menunggu tenda yang diangkut dari Bandara Mutiara Sisaljufri, kalau sudah tiba tendanya bisa kami langsung dirikan,”ujar Sekretaris Kwarcab gerakan Pramuka Kabupaten Parigi Moutong, Aristo SPd MAP yang juga ikut dalam tim relawan itu.
Menurut Aristo untuk mendirikan tenda sekolah darurat itu membutuhkan tenaga terlatih, mengingat beban tenda yang beratnya hampir 1 ton. “Sehingga anggota dewan kerja yang kami utus kesini ada 30 orang ditambah 7 pengurus. Semua adalah tenaga terlatih, “kata Aristo.
Sebelum mendirikan tenda sekolah darurat, anggota pramuka ini membersihkan puing dan sampah yang berada disekitar sekolah, seperti di SD Inpres 1 dan SD Inpres 2 Tatura.
Di sekolah ini ada sebanyak 600 siswa yang terpaksa harus belajar di halaman sekolah hanya dengan beralaskan koran. Beberapa tembok bangunan sekolah ini retak sehingga sangat berbahaya jika digunakan sebagai tempat belajar. “Orang tua siswa juga belum mengijinkan anaknya belajar di dalam ruang kelas. Jadi sejak tanggal 15 Oktober kemarin anak anak hanya belajar di halaman sekolah duduk beralaskan koran. Siswa yang masuk sekolah hampir 200 orang, makanya kami sangat membutuhkan tenda darurat,” ujar Kepala SD Inpres 1 Tatura, Ulfa Asro SPd.
Proses belajar pun kata Ulfa tak seperti waktu normal. Hanya sekitar 3 jam setelah itu pulang. “Masuk jam setengah delapan pagi, pulang jam 11 siang. Itupun kami masih fokuskan pada pemulihan trauma,” kata Ulfa.
Hal yang sama juga di terapkan oleh Madrasah Ibtidaiyah Sislajufri Palu. Sekolah yang beralamat di Palu Selatan itu sudah mulai melakukan proses belajar sejak tanggal 8 Oktober 2018. Namun, semua proses belajar mengajar masih di lakukan di halaman sekolah “Siswa di sekolah ini berjumlah 296 orang. Sudah banyak yang mulai datang sekolah, tapi belum berani masuk ke kelas,”kata Kepsek Madrasah Ibtidiyah Sisaljufri Palu, Irmawati.
Sekolah Yayasan Bina Pendidikan Putra Putri Indonesia (YBP3I) itu sangat membutuhkan tenda darurat yang bisa difungsikan sebagai ruang belajar. “Mudah mudahan tenda bantuan itu bisa segera dipasang supaya siswa siswi kami bisa nyaman belajar,” harapnya.**