PARIGI MOUTONG– Pasca positifnya salah satu pasien anak usia 11 tahun dari desa Toribulu mengidap penyakit tenggorokan mematikan atau suspect difteri, saat dirawat di RSUD Anuntaloko Parigi, tenaga medis di seluruh Puskesmas dan pegawai Dinas Kesehatan (Dinkes) Parigi Moutong, digenjot melakukan pemberian suntik vaksin kepada warga diseluruh wilayah Parigi Moutong.
Bahkan, setelah penemuan pasien tersebut, tim dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan WHO bertindak cepat melakukan pencegahan penyebaran virus difteri di wilayah Kabupaten Parigi Moutong. Tim memberikan vaksin dan obat kepada keluarga dan warga yang dekat dengan pasien suspect difteri.
Sebelum memvaksinasi, tim dari Kemenkes dan WHO berjumlah tujuh orang itu juga sudah memantau kondisi pasien dan menyuntikan obat Anti Difteri Serum(ADS).
Subdit Surfeland dan Karantina Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Kesehatan Kemenkes RI, Edy Purwanto SKM MKes mengatakan, suspect difteri terhadap salah seorang warga Parigi Moutong mendapat perhatian serius dari Kemenkes.
Karena ini merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB) suspect penyakit mematikan dan itu baru pertama kali terjadi di Kabupaten Parigi Moutong. Jika tidak segera ditangani dan dilakukan pencegahan akan berakibat fatal.
Penyakit difteri dapat dicegah dengan imunisasi. Dengan ditemukannya suspect difteri pada anak itu, kemungkinan ada masalah dalam proses imunisasi di Kabupaten Parigi Moutong. Sebab jika anak diimunisasi secara lengkap, maka daya tahan atau kekebalan tubuhnya akan kuat dan tidak mudah terserang difteri.
Wakil Bupati Parigi Moutong, Badrun Nggai SE mengaku, mendukung sepenuhnya upaya Tim Kemenkes dan WHO yang sudah melakukan vaksinasi dan memberikan obat ke seluruh warga yang berdomisili di sekitar kediaman pasien.
“Saya juga sudah divaksin. Menanggapi kejadian ini, kami sudah melakukan rapat dengan pihak Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan untuk membahas langkah lebih lanjut. Pihak Kemenkes akan memberikan vaksin secara massal agar virus penyakit tidak menyebar,” ujar Badrun.
Berdasarkan laporan yang diterimanya, tim dari WHO masih melakukan penelitian di sekitar tempat tinggal pasien. Sedangkan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel darah dan lendir pasien yang sudah dikirim ke Surabaya dan belum diketahui hasilnya.
“Menurut laporan kondisi pasien berangsur membaik setelah mendapat suntikan ADS dan perawatan instensif di RSUD Anuntaloko. Pasien dirawat di ruang isolasi sebagai upaya pencegahan penyebaran virus penyakit berbahaya tersebut. Kami sudah menginstruksikan seluruh Puskesmas segera melaporkan apabila ada warga mengalami gejala penyakit difteri, sehingga dapat segera diantisipasi,” terangnya.
Sekadar diketahui, difteri merupakan penyakit menular mematikan yang menyerang saluran pernafasan bagian atas (tonsil, faring dan hidung) dan kadang menyerang pada selaput lendir dan kulit. Penyakit itu disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae.
Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Parigi Moutong, dr Revi Tilaar mengatakan, penderita virus difteri awalnya terjadi dari Surabaya. Diperkirakan sejak tahun 2015, virus itu sudah masuk di Sulawesi Tengah yakni di Kabupaten Luwuk dan Kabupaten Tojo Una-una, dan tahun 2017 ini baru masuk di Kabupaten Parigi Moutong.
Selain divaksinasi, penanganan penderita juga dibarengi dengan pemberian obat selama enam hingga tujuh bulan. Penyakit ini bisa disembuhkan, asal penangannya cepat dilakukan. Gejala difteri dapat diindentifikasi langsung berupa lingkaran putih yang muncul pada langit-langit rongga mulut, yang selanjutnya muncul pembesaran seperti amandel dan mengakibatkan penderita sulit menelan.
“Pembesaran berupa amandel itu berisi darah, jika dipegang pasti akan pecah. Parahnya lagi, pengidapnya akan sulit menelan apa saja, jangankan makanan, untuk menelan air saja sudah tidak bisa,” terangnya. FHARA