PARIGI MOUTONG – Puluhan rumah warga di Dusun 3 Tokasa Desa Tanalanto Kecamatan Torue Kabupaten Parigi Moutong, terancam terkena dampak abrasi sungai akibat aktifitas perusahaan, untuk pengambilan materian berupa batu dan pasir.
Parahnya, para petani yang memiliki lahan perkebunan diseberang sungai tak lagi dapat mengangkut hasil produksinya dalam jumlah banyak, karena satu-satunya kendaraan yang dapat digunaan yakni, kendaraan roda dua.
Padahal sebelumnya, kendaraan roda empat dapat menembus perkebunan warga, namun tak lagi dapat dilalui karena tepian sungai yang diduga sengaja dikeruk menggunakan alat berat ada proses pengambilan material.
Berdasarkan pantauan media ini, saat memasuki Dusun Tokasa terlihat aktifitas truk yang lalu-lalang keluar masuk dari areal sungai. Sementara kondisi sungai saat ini cukup mengkhawatirkan, pasalnya tepian sungai tak lagi seperti beberapa sungai pada umumnya. Sungai terlihat sangat melebar serta terlihat dalam, dan hanya berjarak beberapa meter dari pemukiman warga.
Warga Dusun 3 Tokasa, Agus Tang kepada Songulara mengatakan, aktifitas perusahaan dalam melakukan pengambilan batu dan pasir sesungguhnya sudah sejak lama dikeluhkan. Apalagi, pada tahun 2017 silam pihak perusahaan yang diketahunya yakni, KMP Ravadi sempat menggunakan alat berat saat melakukan aktifitasnya.
Keluhan tersebut kata dia, sempat dikemukan warga setempat kepada pemerintah Desa Tanalanto Kecamatan Torue, namun hingga kini belum mendapatkan perhatian serius.
“Sempat disampaikan, tapi belum mendapatkan tanggapan yang serius dari pemerintah desa,” kata dia saat ditemui, Rabu (7/2).
Bahkan salah satu jalur kantong produksi di desa tersebut nyaris terputus akibat terjadinya pengikisan di sepanjang aliran sungai.
Menurut dia, selain pihak perusahaan diketahui ada juga pihak lain yang melakukan pengambilan material. Tetapi yang gencar mengambil material adalah pihak perusahaan.
Senada dengan itu, ditemui ditempat terpisah salah seorang tokoh pemuda, Hamdan menuturkan, pengambilan material di sungai tersebut sudah berlangsung lama. Lebar sungai sebelumnya hanya sekitar beberapa meter, berbeda dengan saat ini.
Sejak dulu, pihaknya memang menantang adanya aktivitas tersebut karena khawatir dengan dampak yang ditimbulkan dan dapat merugikan warga setempat.
“Sekarang sudah dirasakan dan masyarakat baru sadar. Setiap ada banjir pasti terkikis,” ujarnya.
Apabila kata dia, aktivitas pengambilan material yang tidak terkontrol tersebut terus berlangsung, maka dikhawatirkan akan mengancam keselamatan warga setempat. Sebab bencana bisa datang kapan saja.
Dia mengakui, saat ini aktivitas tersebut berhenti sementara. Namun, jika ada pelaksanaan proyek, aktivitas pengambilan material akan kembali berlangsung dan dampaknya sudah dipastikan akan lebih fatal.
Pihaknya berharap kondisi tersebut segera mendapatkan perhatian baik dari Pemerintah Desa (Pemdes) setempat maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parigi Moutong.
“Saya berharap kalau aktivitas tersebut dihentikan. Dan buatkan tanggul untuk mencegah terjadinya abrasi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Tanalanto, Sahdin Ladjidji, saat dikonfirmasi Kamis (7/2) sedang tidak berada dikantor desa. Demikian juga saat hendak ditemui di kediamannya di jalan trans Tanalanto juga tidak berada di tempat.
“Tidak ada di rumah, dia (Kades) pergi ke Malakosa,” ujar salah seorang perempuan yang ditemui di kediaman sang Kades.