PARIGI MOUTONG – Tindaklanjut laporan korban FR (28) atas dugaan kasus pelecehan oleh Anggota Legislatif (Anleg) DPRD Parigi Moutong dari Fraksi Gerindra, ADP, hingga kini terus bergulir.
Berdasarkan informasi yang diterima media ini, selain penyidik Kepolisian Resort Parigi Moutong telah mengundang para saksi untuk dimintai keterangan, status kasus tersebut ternyata telah naik ditahap penyidikan.
Kuasa Hukum FR, Hartono SH MH mengatakan, belum lama ini kliennya (FR) telah menerima surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Polres Parigi Moutong dengan nomor : B/109/XII/2018/Reskrim, atas aduan laporan dugaan pelecehan yang telah dilaporkan oleh kliennya pada tanggal 3 Desember 2018.
“Selain surat SP2HP yang dikirimkan ke klien saya, beberapa saksi juga sudah dilayangkan surat untuk permintaan bahan keterangan di unit PPA Polres Parigi Moutong,” ungkap Hartono.
Meski sebelumnya laporan dugaan pelecehan perempuan dan pelecehan terhadap profesi jurnalis telah dicabut salah seorang korban NR (31) tertanggal 1 Desember 2018, namun satu korban lainnya atas nama FR (28) yang didampingi kuasa hukumnya, Hartono Taharudin, kembali melaporkan kasus dugaan pelecehan yang dilakukan anggota legislatif (anleg) Parigi Moutong, ADP.
Korban FR yang didampingi kuasa hukumnya diterima diruang SPKT Polres Parigi Moutong oleh Aiptu I Wayan Suteja selaku SPK III, Senin (3/12). Kuasa Hukum FR, Hartono kepada sejumlah media usai melakukan pendampingan terhadap kliennya mengatakan, bahwa langkah pelaporan ini bertujuan agar kliennya bisa mendapatkan kepastian hukum, atas perbuatan yang dilakukan ADP.
“Bagaimana akan mendapatkan perlindungan hukum, jika kasus ini tidak ditindak lanjuti. Sehingga, opini publik yang menganggap bahwa kasus ini biasa-biasa saja, nanti kita buktikan lewat peradilan,” ungkap Hartono.
Menurutnya, sikap kliennya ini membuktikan semua wanita tidak harus diperlakukan seenaknya, apalagi yang diduga melakukan perbuatan tidak senonoh itu adalah pejabat elit DPRD Parigi Moutong.
“Ini bisa menjadi citra buruk buat lembaga DPRD, sebab DPRD adalah wakil rakyat yang semestinya menjadi panutan dan contoh buat masyarakat, bukan malah sebaliknya,” katanya.
Ditambahkannya, dijaman emansipasi wanita saat ini seharusnya wanita bukan menjadi makhluk yang lemah dalam mencari keadilan hukum.
“Wanita itu harus kuat dan berani, karena di mata hukum seluruh manusia mempunyai kedudukan yang sama, “ tutupnya.