PARIGI MOUTONG – Dirut Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Anuntaloko Parigi, dr. Nurlaela Harate menangis sambil menyatakan sikap mundur dihadapan anggota DPRD Parigi Moutong.
Nurlela menangis setelah merasa terpojok dengan berbagai argumen soal kebijakan pelayanan kesehatan yang menerapkan jaminan barang berharga yang dilontarkan sejumlah anggota DPRD Parigi Moutong maupun perwakilan Front Peduli Masyarakat Miskin (FPMM) saat rapat dengar pendapat Rabu (9/1).
Nurlela mengaku bersedia menanda tangani surat pengunduran diri sebagai Dirut RSUD Anuntaloko Parigi dan akan menyampaikannya kepada Bupati.
Rapat dengar pendapat yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Parigi Moutong, I Ketut Mardika berjalan dengan lancar. Satu persatu pertanyaan yang dilontarkan oleh sejumlah anggota DPRD Parigi Moutong yang hadir terkait masalah yang membuat Nurlaela diperhadapkan dengan masyarakat itu ditanggapi dan dijawab dengan serius.
Dalam pemaparannya Nurlaela menjelaskan hasil transkip pembicaraan dengan salah satu media online, yang menurutnya dirinya tidak pernah mengungkapkan kalimat penyitaan barang berharga milik pasien yang tidak memiliki BPJS seperti yang diberitakan.
Begitupun kata dia, dengan pemberitaan yang menyatakan pihak rumah sakit menahan barang pasiennya kurang mampu yang disampaikan anggota DPRD atas nama Arif Alkatiri.
“Tidak ada kalimat saya yang menyatakan kalau dalam pelayanan kesehatan kami menyita aset berharga pasien,” jelasnya.
Ia mengakui, jika pihak RSUD Anuntaloko Parigi menerapkan jaminan barang berharga bagi pasien yang tidak memiliki BPJS, itu memang benar adanya. Kata Nurlaela, kebijakan tersebut sudah sejak lama diberlakukan sebelum dirinya menjabat sebagai Dirut.
“Saya hanya melanjutkan SOP pelayanan. Karena penerapan itu, juga merupakan bagian dari persyaratan akreditasi RS,” ungkapnya.
Sementara itu anggota DPRD Parigi Moutong, Arif Alkatiri saat mendengar penjelasan dari Dirut RSUD Anuntaloko Parigi mengatakan, pihaknya saat itu didatangi oleh masyarakat yang merasa tidak sanggup atas beban pembayaran kesehatan ke kantor DPRD dengan isakan tangis. Sehingga oleh Wakil Ketua DPRD Parigi Moutong, Taufik Borman menyelesaikan persoalan biayanya sebesar dua juta rupiah.
“Kalau ibu ngga percaya coba tanyakan kepada Pak Taufik Borman, bagaimana kami saat itu melayani masyarakat sambil nangis-nangis dipojok sana ketika pembahasan LHP,” sebut Arif.
Ia mengatakan, kalaupun pemberlakukan jaminan barang berharga milik pasien kurang mampu itu dilakukan, pertanyaannya kata Arif, digunakan untuk apa juga hal itu, karena pihak RS tidak dapat menggunakannya lagi pula rumah sakit bukan jasa keuangan.
Dilain pihak, perwakilan dari FPMM Parigi Moutong, Mohammad Rifai mengungkapkan bahwa jika pemberlakuan jaminan barang berharga pasien kurang mampu oleh pihak RS sesuai SOP yang dijelaskan, sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang seharusnya hanya bagian kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Kebijakan RS untuk mengenakan jaminan barang berharga bagi pasien kurang mampu tidak memiliki rujukan aturan perundang-undangan diatasnya. Apakah RS memiliki lisensi OJK,” tegasnya. FAIZ