JAKARTA – Tim kuasa hukum pasangan calon nomor urut 4, Erwin Burase dan Abdul Sahid, menyatakan keyakinannya bahwa majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak permohonan yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 3, M. Nizar Rahmatu dan Ardi. Optimisme ini didasarkan pada keyakinan bahwa proses pemilihan telah berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Berdasarkan fakta persidangan, maka kami sangat yakin Mahkamah Konstitusi akan menolak permohonan mereka (Nizar – Ardi, red),” kata Idrul Wahid, SH, MH selaku Kuasa Hukum Erwin – Sahid.
Mengenai keyakinan pihak Paslon Nizar – Ardi yang optimis permohonannya akan dikabulkan MK, Idrul hanya menanggapi datar.
“Biarkan mereka bahagia dengan optimismenya, itu tidak masalah buat kami. Itu optimisme semu dan kebahagiaan yang dipaksakan, yah, mungkin mereka sedang mengigau,” kata Idrul.
Menurut Idrul, dirinya tidak perlu memberikan penjelasan lebih panjang tentang proses persidangan, karena banyak masyarakat Parigi Moutong yang sudah menyaksikannya secara langsung melalui Live Streaming Youtube, Selasa 11 Februari 2025.
“Saya yakin bagi orang yang paham, sudah bisa menilai kualitas keterangan yang disampaikan saksi ahli masing – masing,” ujarnya.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan terkait perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Parigi Moutong, Selasa 11 Februari 2025. Sidang ini mengagendakan pemeriksaan saksi dan ahli untuk perkara Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 3, M. Nizar Rahmatu dan Ardi.
Pada sidang ini, hadir sebagai saksi ahli pihak terkait (Paslon Nomor 4), Prof. Dr Aswanto SH, M.Si, DFM mantan Wakil Ketua MK. Prof. Aswanto memberikan keterangan terkait dugaan pelanggaran dalam proses pemilihan.
Selain itu, Dr. Abdullah Iskandar juga dihadirkan sebagai ahli oleh pemohon, yang menyoroti dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang dinilai mempengaruhi hasil pemilihan.
Abdullah menekankan pentingnya masa jeda lima tahun bagi calon bupati yang pernah menjadi terpidana, yang dihitung sejak putusan hakim berkekuatan hukum tetap dibacakan.
Menanggapi hal tersebut, Pihak Termohon (KPU) menghadirkan Dr. Muhammad Syaiful Aries, SH dari Universitas Airlangga Surabaya sebagai saksi ahli. Syaiful Aries membantah tudingan tersebut. Syaiful Aries menegaskan bahwa keputusan KPU untuk tidak mengajukan kasasi sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sidang ini menjadi sorotan publik, mengingat pentingnya penegakan hukum dan keadilan dalam proses demokrasi di Indonesia. Masyarakat menantikan putusan MK yang diharapkan dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum terkait hasil Pilkada Kabupaten Parigi Moutong.

Sementara, Profesor Aswanto dalam keterangannya, menegaskan bahwa sengketa hasil pemilihan kepala daerah harus berfokus pada aspek yang dapat dibuktikan secara hukum, terutama mengenai selisih perolehan suara dan dugaan pelanggaran yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan praktik konstitusional, Mahkamah Konstitusi memiliki batasan dalam menangani sengketa hasil, yaitu hanya berwenang memeriksa sengketa yang memenuhi ambang batas selisih suara sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Lebih lanjut, Profesor Aswanto menyoroti bahwa dalam kasus yang diajukan pemohon, argumentasi terkait dugaan kecurangan harus didukung oleh bukti yang kuat dan relevan.
Ia menekankan bahwa pelanggaran administratif atau etik dalam proses pemilihan bukan serta-merta menjadi dasar untuk membatalkan hasil pemilu, kecuali terbukti berdampak signifikan terhadap hasil akhir pemilihan.
Terkait dengan argumentasi dari pihak pemohon yang disampaikan saksi ahlinya, Dr. Abdullah Iskandar, yang menyoroti dugaan pelanggaran prosedural dan administrasi, Profesor Aswanto berpendapat bahwa setiap keberatan terkait pelanggaran tersebut seharusnya terlebih dahulu diselesaikan melalui mekanisme yang disediakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau lembaga terkait lainnya sebelum diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam sesi tanya jawab dengan majelis hakim dan tim kuasa hukum, Profesor Aswanto juga menjelaskan preseden dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilkada sebelumnya.
Ia menegaskan bahwa beban pembuktian dalam sengketa hasil pemilihan berada di pihak pemohon, dan Mahkamah Konstitusi tidak dapat serta-merta membatalkan hasil pemilihan tanpa adanya bukti konkret yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap perolehan suara.
Ia mengungkapkan, perolehan suara Paslon Erwin Burase – Abdul Sahid yang ditetapkan KPU Parigi Moutong sebanyak 81.129 suara. Sedangkan perolehan suara Paslon Nomor urut 3, Nizar – Ardi sebanyak 62.872 suara. Selisih suara antara Paslon Erwin Burase sebagai peraih suara terbanyak dengan Paslon Nizar – Ardi, cukup signifikan yakni 8 persen lebih.
Maka secara hukum kata dia, permohonan Pemohon di dalam perkara a quo tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) huruf a UU Pemilihan, karena selisih perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah lebih dari 1,5 persen dari total suara sah.
Sebagai ahli, ia memahami ada beberapa Putusan MK yang menunda pemberlakuan ambang batas pengajuan permohonan dalam sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah. Namun hal yang perlu dicermati kata dia, alasan-alasan yang menjadi dasar Mahkamah Konstitusi menunda pemberlakuan pasal ambang batas dimaksud adalah adanya kejadian-kejadian khusus yang berimplikasi pada perolehan suara.
“Berdasarkan pencermatan kami, tidak ada kejadian khusus dalam Pilkada Kabupaten Parigi Moutong. Dengan demikian alasan penundaan ambang batas oleh Pemohon tidak berdasar atau gugur, dengan kata lain, tidak ada kendala bagi Majelis Hakim Yang Mulia untuk menerapkan Norma Pasal 158 UU No.10 Tahun 2016 tentang ambang batas,” jelasnya,
Ia menyatakan, Paslon yang berhadapan dengan masalah hukum bukan pemenang.
Satu prinsip atau azas dalam hukum sebutnya, kesalahan orang lain tidak boleh dibebankan kepada orang lain.
“Pihak terkait (Paslon Nomro 4), tidak ada salahnya. Dia sudah dipilih. Dia sudah mengeluarkan energi yang cukup besar, lalu dia mau dihukum karena kesalahan orang lain. Itu perlu dipertimbangkan Yang Mulia,” tegasnya.
Sidang tersebut dihadiri oleh tim kuasa hukum pasangan Erwin Burase – Abdul Sahid yaitu Andi Syukri Syahrir SH, MH, Idrul Wahid, SH, MH, Idrus SH, MH dan Mohammad Rafli SH, MH. Selain Prof Aswanto, pihak terkait juga menghadirkan saksi ahli lainnya dari kantor Staf Presiden (KSP), Dr. Muhammad Rullyandi SH, MH. Sedangkan pihak termohon dan kuasa hukumnya, Joshua Viktor Nainggolan SH, Kuasa Hukum Pemohon, Nasrul Jamaludin SH serta Komisioner Bawaslu Parigi Moutong. Perdebatan antara saksi ahli dari kedua belah pihak menjadi bagian penting dalam menggali aspek hukum dan fakta terkait perselisihan hasil Pilkada ini. IWAN
Comments 1