PARIGI MOUTONG – Daging penyu oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai santapan istimewa. Bahkan, penikmat daging satwa liar yang dilindungi oleh Undang-undang ini rela mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkannya.
Wilayah Tolai diduga sebagai pusat penjualan daging penyu di Parigi Moutong. Ini terungkap dari hasil operasi Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) BKSDA Sulteng. Berdasarkan fakta di lapangan, ditemukannya beberapa warung yang memang khusus menjual daging penyu untuk dikonsumsi. Diketahui penyu-penyu tersebut diambil dari nelayan.

Berdasarkan penelusuran BKSDA Sulteng, penyu yang ditangkap nelayan diambil oleh pengumpul muaranya ke wilayah Tolai.
“Karena muaranya ke Tolai, tim berkumpul kemudian dilakukan penyergapan dini hari,” ujar Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Sulteng, Haruna, baru-baru ini.
Saat dilakukan penyergapan, BKSDA menemukan penyu hijau yang sudah berada di atas meja penyembelihan. Jumlah yang disita dari sejumlah pedagang tersebut kurang lebih 10 ekor.
Penjualan daging penyu biasanya banyak saat menjelang hari besar keagamaan, tahun baru dan pelaksanaan adat. Harga jual per ekornya mencapai ratusan ribu, tergantung dari ukuran penyu tersebut.
Apalagi ketika penyu itu sudah sampai ditingkat pengumpul. Harga perjengkalnya bisa mencapai Rp200 ribu. Tetapi, begitu sampai lagi ke pedagang di wilayah Parigi harganya akan lebih tinggi lagi, hingga dikisaran Rp 250 ribu hingga Rp300 ribu per jengkalnya. Bahkan, harga jual penyu akan lebih mahal lagi apabila dijual ke luar pulau Sulawesi.
“Harga pasarannya memang menjanjikan,”.
Kedepan, pihaknya tidak hanya sekadar menyita dari tangan masyarakat kemudian dilepas, tetapi akan memproses secara hukum. Sehingga, diharapkan perlu adanya kesadaran dari masyarakat agar tidak melakukan eksploitasi terhadap penyu. Apalagi diketahui bahwa ternyata eksploitasi terhadap penyu di Sulteng sangat luar biasa.
“Kami melakukan upaya penegakan hukum, fokus kepada para pengusahanya. Kalau kepada nelayannya kami fokus untuk sosialisasi,” kata Haruna.