PARIGI MOUTONG – Sebanyak 59 orang warga Kabupaten Parigi Moutong yang ditahan di Polres setempat saat pembubaran masa aksi blokade jalur Trans Sulawesi, akhirnya dibebaskan atas pendampingan Front Advokat Rakyat.
“59 orang itu dibebaskan usai menjalani proses BAP, pada dini hari tadi dan telah diantarkan kembali ke keluarganya masing-masing,” ungkap Koordinator Front Advokat Rakyat Kabupaten Parimo, Sumitro, SH. MM, saat dihubungi di Parigi, Senin 14 Februari 2022.
Dia mengatakan, dari 59 orang warga Parimo yang ditahan tersebut, tidak seluruhnya merupakan masa aksi yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Tani (ARTI) Koalisi Tolak Tambang (KTT) PT Trio Kencana.
Sebagian dari mereka kata dia, adalah warga yang hanya datang ke lokasi unjuk rasa di Desa Katulistiwa Kecamatan Tinombo Selatan, untuk melihat atau menonton peristiwa tersebut. Bahkan, ada juga yang kebetulan lewat, dan langsung diamankan pihak kepolisian.
“Dari 59 orang ini, tidak termasuk Koordinator Lapangan (Korlap), maka harus dibebaskan. Apalagi mereka sebagian penonton, dan yang cuman lewat,” kata dia.
Namun, 10 dari 59 orang tersebut akan kembali diundang Polres Parimo, untuk dimintai keterangan sebagai saksi, atas aksi blokade jalur Trans Sulawesi, dengan status sebagai saksi.
Terhadap mereka, Front Advokat Rakyat Kabupaten Parimo gabungan LBH Parimo, LBH Sulawesi Tengah dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), akan memberikan pendampingan hukum.
“Kami akan tetap mengawal kasus ini sampai dengan tuntas,” tegasnya.
Sumitro pun mengecam, tindakan oknum personil Polisi yang diduga menggunakan peluru tajam, dalam aksi pukul mundur masa aksi ARTI KTT, hingga berujung tewasnya Erfaldi (21) warga Desa Tada Kecamatan Tinombo Selatan.
Dia meminta, Polda Sulteng benar-benar menangani dan memberikan sanksi tegas atas tindakan oknum Polisi tersebut.
“Persoalan ini harus diseriusi, Polda tidak boleh hanya sekedar meminta maaf. Penggunaan peluru dalam aksi unjuk rasa seperti itu tidak bisa dibenarkan,” pungkasnya.
Front Advokat Rakyat Parimo, Sunardi Katili, SH mengatakan, pihaknya merasa kecewa dengan terhadap sikap Gubernur Sulawesi Tengah, H. Rusdy Mastura yang tidak menemui masa aksi saat itu.
Sehingga, mengakibatkan terjadinya bentrok antara personil Polisi dan masa aksi, dan akhirnya satu orang warga meregang nyawa.
“Kami kecewa dengan pihak Pemda Sulawesi Tengah baik sengaja dan tidak sengaja tidak hadir saat itu,” pungkasnya. *theopini.id
Comments 0