PARIGI MOUTONG – Sejumlah warga kembali mengeluhkan aktivitas perusahaan batu pecah di Sungai Korontua, Desa Lemusa, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah.
Pasalnya, perusahaan batu pecah tersebut dinilai melanggar sejumlah perjanjian yang telah dibuat bersama warga, terutama penambang batu kali, dan para pemilik truk.
“Semula telah disepakati, bahwa diperbolehkan, jika ada truk milik warga di Desa Lemusa meminta untuk mengambil timbunan. Namun belakangan berubah secara sepihak,” kata salah satu pemilik truk, Isak Daeng Mala, saat ditemui di Desa Lemusa, Jum’at, 14 Juli 2023.
Setelah dilakukan protes, kata dia, akhirnya pemerintah desa memediasi kepentingan para pemilik truk dan pihak perusahaan batu pecah.
Dalam pertemuan itu, disepakati ketentuan membayar harga Rp50 ribu per satu truk kepada pihak perusahaan batu pecah.
“Akhirnya disepakati kembali, dengan catatan Rp50 ribu per satu truk, dengan ketentuan jangan diutang,” tukasnya.
Namun keesokan harinya, pihak perusahaan menolak kesepakatan tersebut, ketentuan membayar naik menjadi Rp60 ribu hingga Rp100 ribu per truk dan akhirnya tak lagi diperbolehkan.
Sehingga, Ishak bersama kawan-kawan pemilik truk lainnya, dan penambang batu merasa kesal, karena sikat pihak perusahaan yang mengubah perjanjian.
“Sebenarnya, kita tidak mau kasih pungutan ke mereka, tapi kita ingat kalau sama-sama susah cari minyak. Jadi, maksud kita supaya sama-sama enak, kalau mobil datang tolong diisi. Karena kita juga butuh timbunan,” keluhnya.
Ia juga menilai, pihak perusahaan justru merugikan desa, karena sejak beroperasi hanya menggunakan akses jalan desa.
Padahal semestinya, pihak perusahaan harus membuat akses khusus, sebab jalan desa digunakan warga setempat untuk menuju ke perkebunan.
“Itu bukan jalannya, tapi jalan desa. Kami sudah keluhkan hal ini dengan pemerintah desa,” tukasnya.
Sementara itu, Kepala Desa Lemusa, Haerul Anwar mengakui telah menerima keluhan warga, dan sempat mengkomunikasikan persoalan itu dengan perwakilan perusahaan.
Hanya saja, pemerintah desa belum mendapatkan jawaban dari pemilik perusahaan soal perubahan kesepakatan harga untuk mengambil material, dan menghentikan warga untuk mengambil timbunan serta batu di Sungai tersebut.
“Kami sudah sampaikan, belum ada jawaban. Memang sudah berapa kali akses jalan menuju ke lokasi aktivitas itu, ditutup warga. Tapi kami selalu bantu untuk membukanya,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua BPD Lemusa, Adrianus membenarkan soal kesepakatan yang dibuat bersama warga saat pertemuan digelar di kantor desa.
Namun, soal perubahan sikap perusahaan belum dibahas, karena pihaknya belum menerima aduan terkait persoalan itu.
“Memang pertama masuk lalu dibilang untuk lokasi kopera putih. Kemudian, berubah menjadi perusahaan batu pecah. Soal izin operasi, kami tidak tahu persis, ada atau tidak. Tapi soal dampak lingkungan dan lainnya, sudah disampaikan ke perwakilan perusahaan yang hadir,” ungkapnya.
Sebagai BPD Lemusa, ia mengaku, sangat menyayangkan sikap perusahaan yang masuk ke desa tanpa sosialisasi terlebih dahulu, sehingga menimbulkan pro kontra.
“Pernah sudah dibuat pertemuan, masih perangkat desa yang lama dan ada kesepakatan yang dibuat dengan supir-supir truk. Waktu itu yang hadir dari perusahaan ibu, katanya perwakilan,” pungkasnya. *TheOpini